Setiap tanggal 17 Mei, sejak 1980, diperingati sebagai Hari Buku Nasional. Tujuannya adalah untuk menumbuhkan kesadaran dan menggiatkan masyarakat dalam membaca buku. Terlebih bagi para akademisi, buku tentu menjadi sangat penting, karena dari situlah berbagai macam ilmu bisa dipelajari dan dikaji.
0 Comments
Oleh: Mokhamad Abdul Aziz*
Judul di atas terinspirasi oleh konsepsi filsafat Rene Descartes, seorang fisuf Perancis pada tahun 1619; “Cogito Ergo Sum” (aku berpikir, maka aku ada). Pendapat ini bisa jadi memacu para pemikir-pemikir kala itu untuk lebih meng-eksplore ide-ide mereka. Bahkan tak hanya berhenti kala itu saja, kini konsepsi itu masih mengakar pada para akademisi, tak terkecuali mahasiswa. Mereka dituntut agar selalu memperbaharui pemikiran, seiring dengan zaman yang senantiasa berkembang, sehingga manusia mempunyai peradaban yang lebih baik dan maju. Oleh: Mokhamad Abdul Aziz*
Terungkapnya skandal korupsi dana bansos yang melibatkan salah seorang mahasiswa di sebuah perguruan tinggi swasta di kota Semarang, membuat para akedmisi sakit hati. (Suara Merdeka, 22/03/2013). Tak hanya itu, mahasiswa yang di kenal sebagai kaum intelektual yang kritis, dan progresif kali ini harus jatuh citranya di mata masyarakat. Bagaimana tidak, mahasiswa yang selalu berada di garda terdepan dalam menyuarakan gerakan antikorupsi, justru harus menerima pil pahit, dengan melakukan tindakan munkar tersebut. Oleh: Mokhamad Abdul Aziz*
Setelah kurang lebih dua tahun lamanya, kisruh sepak bola negeri ini akhirnya menemukan titik akhir. Hal ini ditandai dengan keberhasilan PSSI menadakan Kongres Luar Biasa (KLB), di Hotel BorobudurJakarta pada Minggu (17/03).KLB ini merupakansalah satu syarat agar Indonesia terhindar darisanksi FIFA.Masalah yang selama ini terus bergulir, terutama adanya dualisme kepemimpinan, yaitu PSSI dan KPSI, kini sudah berakhir. Ini adalah bentuk reaksi PSSI yang ditekan habis-habisan oleh seluruh pihak yang cinta dengan persepakbolaan Indonesia, mulai dari upaya Menpora Roy Suryo sampai masyarakat yang tiada henti memberikan kritik konstruktif. Oleh: Mokhamad Abdul Aziz*
Bulan Februari bisa dibilang sebagai bulannya insan pers seluruh Indonesia, tak terkecuali pers mahasiswa (persma). Sebab, tanggal 9 Februari 2013 kemarin, diperingati sebagai Hari Pers Nasional (HPN). Kali ini, Dewan Pers Nasional mengangkat tema "Pers Bermutu-Bangsa Maju". Pesan dari tema tersebut adalah, bahwa pers merupakan salah satu pilar demokrasi yang sangat menentukan kemana arah bangsa ini melaju. Oleh: Suyanti*
Sudah menjadi rahasia umum bahwa kampus saat ini mempunyai manajemen yang materialistik. Kenyataan kampus yang sudah menjadikan tata kelola kampus menjadi “sistem pasar”. Akibatnya, hanya orang-orang yang mempunyai kantong tebal saja yang bisa memasuki perguruan tinggi. Oleh: Mukhlisin
Kampus layaknya suatu negara yang di dalamnya menjalankan sistem pemerintahan mahasiswa. Bisa dikatakan kampus adalah gambaran negara miniatur. Sebab, di dalam pemerintahan kampus juga menjalankan trias politika: eksekutif, legislatif, dan yudikatf, sebagaimana yang ada dalam sistem pemerintahan negara. Yaitu, yang terbentuk dalam Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ), dan Senat Mahasiswa (Sema). Oleh: Mukhlisin
KITA masih ingat dengan pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) terkait masalah kekerasan dalam pendidikan. Presiden SBY menegaskan bahwa tidak boleh ada lagi pendidikan yang disertai kekerasan baik di sekolah maupun perguruan tinggi. Oleh: Hamidulloh Ibda
MUNCULNYA kampus-kampus baru di negeri ini seharusnya memberikan napas segar bagi masyarakat. Semakin banyak kampus, berarti semakin banyak peluang pemuda mengenyam pendidikan tinggi. Namun, bagaimana jika munculnya kampus-kampus itu belum jelas akreditasinya? Tentu menjadi problem. Maka dari itu, tak heran jika pemerintah melakukan moratorium atau pemberhentian sementara pendirian progam studi (prodi). Moratorium prodi dan pendirian perguruan tinggi (PT) yang diberlakukan Dirjen Dikti Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) harus berjalan maksimal. Namun, saat ini banyak kalangan menilai ketegasan pemerintah masih setengah hati. Padahal, moratorium bertujuan meningkatkan kualitas pendidikan. Dimuat di Harian Pelita, 27 Oktober 2012 "Dalam konteks di atas sumpah pemuda dapat diperingati dengan dua kutub ekstrim penghayatan; pesimistis dan optimistis. Kalangan pertama melihat peringatan sumpah pemuda sebagai hal yang tidak bermakna lagi. Mereka beranggapan bahwa sumpah pemuda sebagai peristiwa sejarah yang mengikat kita semua sebagai suatu bangsa. Namun, ikatan tersebut dipertanyakan manfaat, bahkan keabsahannya. Karena melihat sampai saat ini kondisi yang tidak juga membaik. Bahkan, selalu mengalami degradasi di semua bidang". |
AuthorMokhamad Abdul Aziz Archives
May 2013
Categories |