Oleh: Mokhamad Abdul Aziz* Bulan Maret bisa dikatakan sebagai bulan yang memuliakan perempuan.Bahkan, menjadibulan kemenangan bagi perempuan di dunia. Pasalnya, ada dua tanggal di bulan Maret yang diperingati sebagai hari besar dunia yang berkaitan dengan sejarah perjuangan perempuan. Pertama, setiap tanggal 8 Maret,penduduk dunia memperingati Hari Perempuan Sedunia atau International Women Day (IWD). Ditetapkannya 8 Maret sebagai Hari Wanita Internasional, didasarkan pada latar belakang bahwa pada saat yang sama, tepatnya pada 8 Maret 1917, perempuan di Rusia untuk pertama kalinya diberikan hak suara oleh pemerintah Rusia.Tentu saja melalui perjuangan yang sangat panjang dan melelahkan.
Namun, perjuangan para perempuan untuk “mendeklarasikan” hari yang bersejarah itu bukan tanpa perjuangan. Dimulai 28 Februari 1909, perayaan ini pertama kali diadakan oleh para perempuan di AS setelah adanya deklarasi dari Socialist Party of America (SPA). Keberhasilan perempuan memperjuangkan hak mereka—baik di bidang ekonomi, sosial, maupun politik—ini memacu perempuan di negera-negara lain untuk melakukan hal yang sama. Hasilnya, pada 18 Maret 1911, IWD untuk kali pertama diperingati oleh lebih dari satu juta orang yang berasal dari Jerman, Austria, Denmark dan Swiss. Gerakan ini terus diikuti di berbagai negera, terutama negara-negara di kawasan Eropa. Puncaknya, pemerintah Uni Soviet pada tanggal 8 Mei 1965 mengeluarkan undang-undang baru bahwa IWD akan dianggap sebagai hari libur nasional untuk negaranya. Seketika itu pula, para wanita soviet bisa merasakan kemerdekaan dengan menggenakan baju terbaik mereka dan berkumpul dengan sesamanya untuk menikmati hari libur mereka. Pada tahun 1977, PBB mengundang setiap negara yang sudah menjadi anggota PBB untuk menyatuhkan pendapat tentang hari yang akan ditetapkan sebagai hari wanita sedunia. Akhirnya, PBB mendeklarasikan 8 Maret sebagai hari wanita internasional yang berlaku sampai sekarang ini. Kedua, pada 27 Maret inidiperingati sebagai Hari Women International Club (WIC).WIC adalah sebuah organisasi perempuan internasional yang bergerak dalam bidang sosial.Organisasi itu dibentuk pada tahun 1950 atau berusia 62 tahun saat ini. Selain perempuan pada umumnya, WIC beranggotakan para istri duta besar asing. Mereka menjadi anggota kehormatan. Kegiatan WIC antara lain memberikan beasiswa dan bantuan untuk panti. Setiap tahun, sebanyak 50-60 beasiswa di Indonesia, misalnya, diberikan kepada mahasiswa. Penerima bantuan khususnya adalah mahasiswa yang sedang mengerjakan skripsi. Karena itu, penelitian mereka bisa dibiayai. Terlepas dari dari dua peringatan hari besar bagi perempuan itu, ada baiknya para perempuan memaksimalkan peran dan fungsinya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Sebab, dengan perjuangan perempuan dalam rangka untuk mendapatkan hak yang sama dengan laki-laki, kini para kaum hawa sudah bisa memetik hasil dari jerih payah yang telah dilakukan berabad-abad tersebut. Tinggal bagaimana perempuan mampu meneruskan perjuangan dari aktivis-aktivis gender dan para pejuang-pejuang yang telah lalu. Mengalami Kemajuan Seiring dengan berkembangnya zaman, dan dibarengi dengan perjuangan perempuan yang tiada henti, nasib perempuan telah banyak mengalami kemajuan. Perempuan tak lagi hanya berperan dalam kegiatan domestik saja, tetapi sudah mulai merambah dalam dunia publik. Perempuan sekarang telah mau dan mampu menjalankan pekerjaan yang biasanya dilakukan oleh laki-laki. Dalam sejarah peradaban manusia, perempuan memang mempunyai peran yang sangat vital dan urgen. Dalam konteks Islam, perempuan juga diistimewakan, baik kedudukan maupun peranannya. Bahkan, Tuhan mengisyaratkan keistimewaan perempuan tersebut lewat nama salah satu surat dalam al-Qur’an, yakni Surat Al-Nisa’ yang berarti perempuan. Begitu istimewanya perempuan dalam kehidupan manusia, sampai-sampai dalam sebuah riwayat Nabi Muhammad Saw bersabda, “Wanita adalah tiang negara”. Dalam hadits lain juga Rasulullah berkata, “Dunia ini adalah harta, dan sebaik-baik harta benda adalah wanita yang salehah.’’(HR. Muslim). Dari kedua hadits tersebut, cukup bisa dipahami bahwa baik buruknya suatu negara (baca: dunia) memang tergantung para perempuannya (tanpa mengabaikanan peran laki-laki tentunya). Kedengarannya memang tidak logis dan terlalu dipaksakan. Namun, jika dipahami lebih dalam, perempuan memang layak mendapatkan predikat tersebut. Sebut saja, peran perempuan ketika menjalankan tugas 3M, yaitu mengandung, melahirkan, dan menyusui. Sepertinya 3M memang tugas yang biasa, bahkan sering dianggap tidak sebagai usaha dan prestasi. Padahal, ketiga tugas itu membutuhkan perjuangan yang luar biasa kerasnya, bahkan tidak bisa diwakilkan kepada siapapun (menyusui mungkin bisa). Tugas-tugas itu tidak lain bertujuan untuk melestarikan keturunan manusia. Fungsi wanita sebagai sosok yang menelurkan generasi berkualitas untuk meneruskan perjuangan manusia dalam menciptakan peradaban dunia yang bermartabat merupakan bukti nyata bahwa perempuan memang layak disebut sebagai tiang dunia. Namun, terkadang tugas mulia nan berat itu dipandang sebagai sesuatu yang remeh-temeh. Hal ini disebabkan oleh stigma masyarakat yang memandang bahwa tugas berat tersebut dianggap sebagai kodrat belaka, yang memang harus dilakukan oleh perempuan yang tinggal di dunia. Padahal, diakui atau tidak, dalam perjuangan menghasilkan generasi masa depan tersebut, nyawalah sebagai taruhannya. Ranah Publik Seiring dengan perkembangan pemikiran manusia (terlebih perempuan), kaum hawa juga mengingikan peran yang lebih—tidak hanya sekedar menjalankan tugas 3M—guna membangun peradaban dunia yang lebih baik. Dengan kata lain, perempuan berkeinginan tidak hanya berperan dalam ranah domestic saja, tetapi juga bagaimana perempuan bisa berperan dan “bermain” dalam lingkup publik. Tentu saja peran ini semakin berat, karena nantinya para kaum hawa akan mempunyai peran dan tugas ganda. Mental dan tenaga yang ganda tentu sangat dibutuhkan. Namun, tidak kemudian perempuan menyerah dan pasrah dengan keadaan. Memang wanita harus terlebih dahulu bisa memerankan sebagai seorang istri dan ibu di dalam keluarganya dengan optimal. Sebab, keluarga merupakan salah satu pilar terpenting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Keluarga-keluarga inilah yang kemudian akan melahirkan generasi penerus perjuangan sekaligus menjadi investasi terbesar bagi bangsa kita. Namun, tidak cukup sampai di situ. Para perempuan juga harus peduli dengan permasalahan sosial-politik dan membantu mencarikan solusi bagi persoalan-persoalan negaranya. Dalam konteks ini, perempuan bisa memilih berbagai jalan yang memungkinkan peran mereka bisa dijalankan secara optimal. Menjadi aktivis LSM, para pendidik di dunia akademis, atau bahkan terjun dalam dunia politik praktis merupakan pilihan-pilihan yang bisa dimaksimalkan oleh para perempuan. Semua saluran tersebut tidak akan mempunyai efek yang signifikan jika kaum hawa tidak meningkatkan kualitas dan kapabilitasnya. Kuncinya adalah menjadi wanita yang mampu menjadi pilar pengokoh keluarga (baca: bangsa), yaitu menjadi wanita salihah yang di keluarganya punya pengabdian, berakhlakmulia, dan punya nilai lebih untuk peduli terhadap lingkungan social. Karena dengan itulah perempuan akan disebut mampu menjalankan perannya sebagai tiang dunia. Tiang yang akan membuat dunia hancur, jika tidak dibangun dengan kuat dan kokoh. _________________________________________________________ *Peserta School of Gender and Political Islam di Monash Institute, Mahasiswa Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang. Rimanews, Sunday, 31/03/2013 - 08:13 WIB Read More
0 Comments
Leave a Reply. |
AuthorMokhamad Abdul aziz Archives
March 2013
Categories |