Oleh: Mokhamad Abdul Aziz* Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali diuji kredibilitas dan intergritasnya sebagai lembaga yang bertanggungjawab untuk memberantas korupsi di tanah air. Ujian itu berupa perihal bocornya Surat perintah penyidikan (Sprindik) Ketua Umum DPP Partai Demokrat (PD) Anas Urbaningrum. Sebagaimama yang santer diberitakan, Sprindik yang berisi penetapan Anas sebagai tersangka itu telah membuat heboh dan menimbulkan banyak sekali pertanyaan. Kehebohan itu menjelma bak bola panas ketika dokumen yang tak bertanggal itu baru ditandatangani oleh tiga komisioner KPK, yaitu Abraham Samad, Zulkarnaen, dan Adnan Pandu Praja. Sedangkan Busyro Muqoddas dan Bambang Widjoyanto yang juga merupakan komisioner KPK belum membubuhkan tanda tangan. Pertanyaan dasar yang sampai saat ini belum ditemukan jawabannya adalah siapa yang melempar dan siapa yang menjadi sasaran bola panas tersebut. Meski belum diketahui, setidaknya bola liar tersebut sudah menyerempet kesana kemari dan membuat kelabakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Bagaiamana tidak, KPK yang seharusnya bisa menjaga dokumen penting tersebut, justru kecolongan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Tak hanya KPK, lingkungan Istana juga ikut geger dengan beredarnya Sprindik tersebut. Sebab, banyak tudingan yang menyebutkan bahwa yang membocorkan dokumen tersebut adalah salah seorang staf kepresidenan. Bahkan, ada opini yang mengarahkan agar Anas segera lengser dari kursi Ketua Umum Partai Demokrat. Karena dengan ditetapkannya Anas sebagai tersangka, maka secara otomatis ia akan lengser dari jabatnnya tersebut. Prahara Demokrat Bocornya Sprindik Anas tak hanya menimbulkan keprihatinan pada KPK, karena tak dianggap tidak bisa menjaga dokumen, tetapi juga menginsyaratkan semakin keruhnya masalah di partai berlambang bintang mercy tersebut. Posisi Anas yang saat ini hak politiknya telah “dikebiri” oleh Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono, kini juga semakin terpinggirkan. Penyebaran dokumen tersebut juga mengandung unsur pidana karena telah mengkriminalisasi secara sosial pihak yang disebut, dalam hal ini Anas dan keluarganya. Upaya menjatuhkan Anas dalam konteks ini sangat terasa kental sekali. Hal ini juga semakin menunjukkan bahwa Partai Demokrat sekarang ini tak solid lagi. Nuansa politik yang beredar selama ini memang mengisyaratkan bahwa ada pihak yang menginginkan Demokrat pecah. Entah pihak itu dari internal partai atau luar, yang pasti jika PD ingin tetap berkontestasi dalam Pemilu 2014, maka yang harus dilakukan adalah segara melakukan konsolidasi internal. Para pimpinan PD telah berusaha melakukan hal itu dengan menandatangani Pakta Integritas yang telah dicanangkan SBY. Tanpa merasa dipojokkan, dengan santai Anas Urbaningrum memimpin acara penandatanganan Pakta Integritas di kantor DPP PD, Jakarta, Kamis (14/2/2013). Mantan Ketua Umum PB HMI ini mengatakan bahwa pakta integritas sesungguhnya merupakan penegasan komitmen, idealisme, dan etika Partai Demokrat yang harus dipegang teguh sebagai panduan sikap dan perilaku politik dari kader-kader Partai Demokrat di seluruh Indonesia, di seluruh tingkatan. Anas berharap, hal ini dapat menjadi langkah strategis dalam membangun tradisi politik yang berintegritas dan menjadi tahapan penting dan bersejarah bagi PD untuk menjadi partai yang mapan. (Kompas, 15 Februari 2013). Meski telah dilakukan penandatanganan pakta integritas oleh seluruh kader Demokrat, Partai pemenang Pemilu legislatif 2009 ini harus tetap menjaga soliditas antarpimpinan ataupun kader. KPK Harus Tetap Independen Terlepas dari isu perpecahan di tubuh Partai Demokrat, bocornya Sprindik Anas juga memperlihatkan ada masalah di KPK. Belum tanda tangannya kedua komisioner KPK, Busyro Muqoddas dan Bambang Widjoyanto merupakan salah satu tanda perpecahan dalam KPK. Bahkan, hal ini semakin terlihat ketika salah satu pimpinan KPK, Adnan Pandu Praja yang mengaku menandatanganinya, tetapi kemudian mencabut kembali tanda tangannya. Alasannya dia harus mengambil tindakan tersebut adalah karena pimpinan KPK ternyata belum pernah menggelar rapat untuk meningkatkan status hukum Anas. Belum diketahui keaslian dokumen tersebut, tetapi kemunculan Sprindik Anas memberikan kesan adanya keterburu-buruan KPK dalam memenuhi target waktu tertentu. Hal ini terkait dengan pernyataan Presiden SBY yang menginginkan KPK segara menentukan soal kasus hukum Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum. Mantan Wakil KPK Bibit Samad Riyanto menilai bocornya sprindik di KPK merupakan keteledoran komisi antikorupsi itu secara kelembagaan. Bahkan, keteledoran KPK ini memunculkan spekulasi adanya konspirasi politik untuk kepentingan politik tertentu di baliknya. Sebagai lembaga independen yang dipercaya masyarakat agar menuntaskan kasus-kasus korupsi di tanah air, KPK harus segera melakukan investigasi internal. KPK harus bisa menjawab dugaan-dugaan dan beberapa tuduhan yang dialamtkan kepada lembaga antikorupsi tersebut. Jika tidak, maka kredibilitas dan integritas KPK di mata publik akan jatuh. KPK yang juga sebagai benteng terakhir pemberantasan korupsi di bumi pertiwi ini harus bisa membuktikan bahwa kinerja dan keputusannya murni berdasarkan fakta, bukan karena ada desakan atau campur tangan pihak lain. Jangan sampai KPK bekerja dan mengambil keputusan karena berdasarkan intervensi dari pihak mana pun, termasuk pihak yang lebih berkuasa sekalipun. Sudah waktunya KPK berani melawan intervensi-intervensi pihak penguasa. Bahkan jika berani, KPK jangan hanya menangani kasus-kasus kelas teri (sebut saja, Anas Urbaningrum), tetapi harus berani membongkar kasus yang super besar; Century yang diduga kuat melibatkan SBY-Boediono sebagai dalangnya. Jika nanti di kemudian hari KPK menemukan pihak yang harus bertanggung jawab pembocoran dan penyimpangan prosedur yang disebabkan kepentingan politik, maka KPK harus memberikan sanksi tegas. Karena, siapa pun yang berada di KPK akan bisa dengan mudah berbuat seenaknya untuk mempermainkan penegakan hukum, jika tidak diberi sanksi tegas. Sampai sekarang, publik masih mempunyai ekspektasi yang sangat tinggi terhadap KPK. Hal ini terbukti dengan berbagai pertanyaan, kecurigaan, dugaan, maupun harapan yang dialamatkan kepada KPK. Selamat berjuang KPK. Wallahu a’lam bi al-shawab. Dimuat di Kendari Pos, 22 Februari 2013 Read more: http://issuu.com/kendarinews/docs/kendari_pos_edisi_22_februari_2013 *Sekretaris of Center for Democracy and Religious Studies (CDRS) Kota Semarang, Perdana Menteri Monash Institute Semarang.
0 Comments
Leave a Reply. |
AuthorMokhamad Abdul Aziz Archives
October 2013
Categories |