Dimuat Suara Mahasiswa Kampus Okezone Selasa, 15 Januari 2013 17:47 wib Oleh: Mokhamad Abdul Aziz MAHKAMAH Konstitusi (MK) akhirnya membatalkan Pasal 50 ayat 3 UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang menjadi dasar pembentukan Rintisan Sekolah Berstandar Internasional (RSBI) dan Sekolah Berstandar Internasional (SBI). Itu artinya, seluruh sekolah berlabel RSBI dan SBI dihapuskan dalam penyelenggaraan pendidikan di Indonesia. MK menilai bahwa UU ini bertentangan dengan UUD 1945. Sejak awal digulirkan, banyak kalangan yang memang tidak setuju dengan keberadaan RSBI dan SBI karena dianggap hanya akan menimbulkan diskriminasi, bahkan kastanisasi dalam pendidikan. Pasalnya, biaya yang harus dikeluarkan untuk bersekolah di RSBI atau SBI terbilang tinggi dibandingkan dengan sekolah-sekolah biasa. Dengan demikian, tentu hanya orang yang mempunyai kapital berlebihlah yang mampu bersekolah di situ. Lalu bagaimana dengan nasib mereka yang tak punya biaya berlebih yang juga menginginkan belajar di RSBI atau SBI? Inilah yang kemudian memicu penolakan dari mereka yang tak setuju keberadaan kedua jenis sekolah tersebut.
Pada dasarnya, RSBI dan SBI didirikan untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Tak pelak, sekira 1.300 sekolah berlabel RSBI ataupun SBI berlomba-lomba untuk menjadi yang terbaik. Tak hanya itu, dalam RSBI dan SBI diterapkan juga kurikulum berstandar internasional, agar kualitasnya naik. Namun, pada praktiknya banyak sekali penyimpangan. Baik dari segi biaya, maupun kurikulum yang tidak mencerminkan jati diri bangsa Indonesia. Sebut saja, penerapan bahasa Inggris yang dikhawatirkan akan menggerus bahasa Indonesia yang merupakan bahasa khas dan pemersatu bangsa ini. Kembali pada Tujuan Ki Hajar Dewantara Masih ingatkah dengan pejuang pendidikan bernama Soeryadi Soerjaningrat (1889-1959) atau yang kita kenal dengan Ki Hajar Dewantara? Dia adalah perintis tujuan pendidikan nasional yang memiliki rasa kebangsaan yang sangat tinggi. Pemikirannya untuk melepaskan bangsa ini dari belenggu kebodohan dan kemiskinan yang pada saat itu dikuasai oleh Belanda, patut kita teladani. Terlebih, perjuangannya dalam mengupayakan dan mempermudah masyarakat miskin untuk memperoleh pendidikan. Tujuan pendidikan yang dimaksudkan Ki Hajar Dewantara adalah untuk memajukan pendidikan, dengan cara mengadvokasi masyarakat marjinal yang tidak mampu untuk mendapatkan pendidikan layak. Hal ini tentu berbeda dengan praktik RSBI dan SBI, meski pada tujuan awalnya adalah mempertinggi kualitas pendidikan kita. Tak hanya itu, dalam pembukaan UUD 1945 alinea empat menerangkan bahwa pendidikan bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Lebih lanjut, dalam pasal 31 ayat 1 UUD 1945 dijelaskan bahwa setiap warga negera berhak mendapatkan pendidikan. Dilanjutkan pada ayat 2 bahwa setiap warga Negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Dari situ jelas bahwa negara (baca: pemerintah) harus bertanggung jawab membiayai pendidikan nasional, tak peduli miskin atau kaya. Kita boleh bangga ketika melihat banyak anak bangsa yang meraih prestasi di olimpiade tingkat internasional. Namun, apakah arti semua itu, jika sebagian lainnya tak bisa memasuki bangku sekolah. Alangkah lebih bahagianya jika anak-anak "miskin" bisa mendapatkan pendidikan yang layak dan banyak prestasi diraih di tingkat internasional. Dalam konteks ini, sudah tepat sekali jika RSBI dan SBI dibubarkan dari dunia pendidikan Indonesia. Kini, tugas Kemendikbud adalah bagaimana mencari formula yang tepat untuk membuat pendidikan lebih maju dan bisa diakses oleh semua rakyat Indonesia, tanpa terkecuali. Selain itu, pemerintah harus mempunyai pendirian dan kemandirian yang kuat dalam menjalankan roda pendidikan. Sebenarnya, bangsa ini mempunyai kekayaan alam dan budaya yang luar biasa. Apa salahnya jika kita mulai mngembangkan sendiri budaya dan kekayaan alam itu untuk kemajuan bangsa ini, bukan malah terus-terusan menjadi antek negara-negara barat. Hal terpenting adalah jangan sampai ada lagi bentuk “kastanisasi” antara warga miskin dan kaya, dalam konteks pendidikan. Dengan begitu, anak-anak, baik anak itu kaya maupun miskin, akan berlomba-lomba meningkatkan kualitas mereka, sehingga akan membuktikan bahwa bangsa inilah yang sebenarnya terkaya dan termakmur di dunia. Indonesia akan mengalami akselerasi yang luar biasa dalam konteks pendidikan. Dalam konteks ini, Kemendikbud harus mencari jalan lain untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia pascadibubarkannya RSBI dan SBI oleh MK. Namun, harus dingat bahwa jangan sampai nantinya ada bentuk baru pendidikan dikomersialisasikan dan menunjukkan diskriminasi. Selalu mengingat amanat UUD NRI 1945, dan tujuan yang telah digagas oleh Bapak Pendidikan Indonesia, KI Hajar Dewantara adalah pemerintah yang baik. Semua pihak dalam hal ini harus bekerjasama untuk mewujudkan semua itu. Memang hal itu tak semudah membalikkan telapak tangan, tetapi pasti bisa jika diusahakan. Untuk pemerintah, hentikanlah industrialisasi pendidikan! Saatnya membangun bangsa dengan keadilan sesuai konstitusi. Wallahu a’lam bi al-shawab. Mokhamad Abdul Aziz Ketua HMI Komisariat Dakwah IAIN Walisongo Semarang Sekretaris of Center for Democracy and Religious Studies (CDRS) (//rfa)
0 Comments
Leave a Reply. |
AuthorMokhamad Abdul Aziz Archives
December 2013
Categories |