_Suara Merdeka, 09 Januari 2013 Oleh: Susi Wulandari Mengejutkan. Itulah kata tepat untuk menanggapi larangan duduk ”mlangkah” atau mengangkang saat berboncengan bagi kaum hawa yang dikeluarkan oleh Pemkot Lhokseumawe. Perempuan sebagai perhiasan dunia sudah mesti dijaga kehormatannya. Kebijakan yang dikeluarkan oleh Suaidi Yahya, Wali Kota Lhokseumawe itu tak berselang jauh dari tragedi yang menimbulkan gejolak di India. __Tragedi perkosaan dan penganiayaan mahasiswi di dalam bus itu sungguh sangat merendahkan martabat perempuan. Mereka jadi terkekang untuk keluar melakukan aktivitas sehari-hari. Beragam aksi dan protes bermunculan dari warga India. Bahkan, pemerintah juga turut berperan dalam menjaga hak-hak perempuan.
Kejadian tersebut merupakan pelajaran berharga bagi kita semua. Peristiwa seperti itu dapat dicegah sebelum terjadi. Satu upaya pencegahan adalah dengan pelestarian busana islami dan gaya hidup. Jika pakaian yang tak sesuai syariat sudah ditinggalkan, niscaya tak akan mudah memancing nafsu jahat. Islam telah mengatur dalam hal berbusana. Hal-hal kecil, seperti memakai dan melepaskan pakaian saja ada doa dan aturannya. Sebenarnya persoalannya tidak pada masalah duduk mengangkang atau menyamping. Coba lihat, bagaimana jika pengendara sepeda motor itu perempuan? Bukankah mereka juga duduk mengangkang saat berkendara? Sungguh mustahil untuk menghindarinya. Kenyamanan dan keselamatan merupakan hal utama yang harus diperhatikan. Risiko kecelakaan lebih kecil dibandingkan dengan duduk menyamping dalam kondisi tertentu. Jadi, sekali lagi, yang menjadi masalah di sini bukan cara duduk mengangkang saat berboncengan, melainkan bagaimana busana yang dikenakan saat duduk mengangkang, dan dengan siapa perempuan itu berboncengan. Mengikuti Zaman Peluang emas terbuka lebar bagi desainer (perancang) pakaian. Islam tak mempersulit mereka untuk menciptakan fashion yang modern. Justru, desainer bisa memunculkan fashionislami, namun tetap tak ketinggalan zaman. Ketajaman naluri seorang perancang busana tentu mampu memproduksi pakaian-pakaian yang berkualitas sesuai dengan situasi dan kondisi konsumen (pemakainya). Seorang desainer profesional mampu melihat apa yang sebenarnya dibutuhkan pengguna pakaian. Pakaian tak hanya sebatas penutup aurat saja. Pakaian juga bisa menjadi hiasan. Karena dengan berpakaian, penampilan pun jadi lebih menawan. Tren yang selalu berubah-ubah juga sangat berpengaruh pada gaya hidup, khususnya pada cara berpakaian. Tabiat manusia yang mudah jenuh dan tak pernah puas cenderung melahirkan hal-hal baru. Oleh sebab itu, tak jarang selera pribadi perorangan ditularkan melalui gaya hidup yang ditampilkan di televisi. Budaya dan adat setempat harus sangat diperhatikan oleh desainer. Terlebih lagi jika daerah itu memiliki aturan khusus dalam hal berpakaian. Jadi, para desainer sudah tentu harus lebih kreatif dan inovatif dalam merancang pakaian modern yang islami. Tak perlu banyak meniru gaya mereka yang ada di Barat. Jika kita yang di Timur mampu berpenampilan lebih sopan dan beradab, mengapa kita mesti malu dengan identitas kita? Patut diangkat jempol bagi seorang yang mau memikirkan keadaan umat yang tengah dilanda krisis moral keislaman. Pelanggaran-pelanggaran syariat telah mengetuk pintu hati Wali Kota. Dengan adanya masalah itu, maka muncul pula niat untuk menyelesaikannya. Dan dari niat itu, muncul pula berbagai planning dan strategi, bahkan sampai pada kebijakan (Perda) yang akan diberlakukan. Maksud dari Wali Kota Lhokseumawe baik. Tak boleh duduk ”mlangkah” agar berefek pada pakaian yang islami seperti penggunaan rok. Sebenarnya, tidak ada aturan perempuan harus memakai rok dan lelaki memakai celana. Yang tidak boleh adalah memakai pakaian ketat yang menampakkan lekuk tubuh. Hemat penulis, jika yang ingin dicegah adalah pemakaian baju ketat, maka yang harus dicegah terlebih dulu adalah penjualan baju ketat (yang dapat mengumbar aurat). Sebelum melarang penjualan pakaian ketat, maka hentikan juga terlebih dulu segala bentuk produksi dan distribusi pakaian nonislami. –Susi Wulandari, Ketua Forum Kajian Islam dan Feminisme di HMI Komisariat Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang.
0 Comments
Leave a Reply. |
AuthorMokhamad Abdul aziz Archives
March 2013
Categories |