Oleh: Mohammad Nasih* PENDIDIKAN merupakan aspek yang sangat berpengaruh pada maju-mundurnya negara. Negara-negara yang maju dan mampu membangun peradaban unggul, tentu saja dengan kriteria-kriteria tertentu sesuai paradigma masing-masing, adalah negara-negara yang memiliki kualitas pendidikan yang baik. Karena itu, negara yang ingin maju dan berperadaban tinggi, tidak bisa tidak harus memberikan perhatian istimewa pada pendidikan. Sebab, hasil penyelenggaraan proses pendidikan akan berpengaruh pada seluruh aspek kehidupan yang lain. Sumber daya manusia (SDM) yang dihasilkan dari lembaga pendidikanlah yang akan memberikan pengaruh pada negara dan masyarakat. Negara yang saat ini dianggap maju, jika kemudian mengabaikan pendidikan, maka di masa depan akan tertinggal oleh negara lain yang kemudian insaf untuk memberikan perhatian besar pada pendidikan.
Penyelenggaraan proses pendidikan yang baik memerlukan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan untuk mengarahkan peserta didik dalam mengembangkan diri secara optimal. Dan kurikulum tersebut haruslah komprehensif, mulai dari materi sampai sarana evaluasi. Dengan demikian, keberhasilan penyelenggaraan proses pendidikan bisa diukur secara relatif sederhana. Jika hasilnya dirasakan kurang sesuai dengan tujuan pendidikan, maka bisa dilakukan perubahan kurikulum. Karena itu, kurikulum seharusnya didesain sedemikian rupa berdasarkan pengetahuan yang baik mengenai tahap-tahap perkembangan manusia untuk mencapai kesempurnaan hidup. Kurikulum seharusnya didesain dengan perspektif yang futuristik, sehingga tidak sering terjadi perubahan atau bongkar-pasang kurikulum. Hal itu akan dirasa memberatkan para orang tua peserta didik, pendidik, dan terutama peserta didik sendiri dalam menjalani proses pendidikan. Kurikulum yang sering diubah-ubah, secara faktual seringkali malah menimbulkan berbagai kebingungan. Kurikulum harus benar-benar menjadi jalan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Dan dalam konteks Indonesia sebagai negara religius, kecerdasan tersebut haruslah kecerdasan yang multidimensional, termasuk di dalamnya adalah kecerdasan spiritual. Dalam konteks tersebut, kurikulum mesti didesain dengan senantiasa menjadikan nilai-nilai ketuhanan (baca: agama) sebagai dasar. Dengan demikian, para peserta didik yang belajar dan kemudian berhasil memiliki pengetahuan dan ketrampilan apa pun, tidak tercerabut dari nilai-nilai agama yang diimani. Bahkan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki bisa dipadukan dengan nilai-nilai agama yang dianut. Dengan desain dan implementasi kurikulum inilah, pendidikan akan melahirkan SDM dengan kualitas yang utuh, lahir maupun batin. Dengan kata lain, yang lahir dari penyelenggaraan proses pendidikan tersebut adalah manusia yang mendekati paripurna. Kurikulum pendidikan yang baik adalah kurikulum yang mampu mengarahkan kepada sikap mental yang siap menjalani kehidupan dalam situasi dan kondisi apa pun. Namun, seberapa pun pentingnya kurikulum, yang lebih penting lagi sesungguhnya adalah pendidik. Penyelenggaraan proses pendidikan yang ideal membutuhkan tenaga pendidik dengan kualitas yang baik dan kuantitas yang cukup. Tenaga pendidik dengan kualitas yang baik dan kuantitas yang cukup, akan dengan mudah menyesuaikan diri dengan perubahan situasi dan kondisi dalam bentuk berbagai tantangan kehidupan nyata yang selalu berubah-ubah. Dan pendidik yang demikian akan mampu menjalankan proses pendidikan dengan baik tanpa harus menunggu perubahan kurikulum formal oleh para pengambil kebijakan. Jika pendidik memiliki kapasitas dan kapabilitas yang baik, maka pendidik akan mampu membuat aktivitas-aktivitas pendidikan yang kreatif dan mengarahkan peserta didik untuk berkembang secara optimal sesuai dengan perubahan situasi dan kondisi yang terjadi. Sebaliknya, meski telah disiapkan kurikulum yang sangat mapan, akan tetapi apabila kualitas tenaga pendidik tidak memadai, maka kurikulum yang telah tersedia tersebut tidak akan bisa diimplementasikan. Kurikulum hanya akan menjadi catatan formal di atas kertas, tanpa pernah bisa diimplementasikan oleh aktor pendidik dalam penyelenggaraan proses pendidikan, karena mereka minim kemampuan. Harus diakui bahwa sampai saat ini kualitas pendidik di Indonesia, terutama di level pendidikan dasar dan menengah, masih sangat memprihatinkan. Meskipun sudah ada berbagai upaya untuk memperbaiki kualitas pendidik, tetapi mayoritas pendidik masih berkualitas rendah dan sesungguhnya masih belum memenuhi standar kelayakan untuk menjadi pendidik. Program sertifikasi guru dan dosen yang awalnya dijadikan sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas pendidik, hanya menjadi sebuah mekanisme formal yang tidak diiringi dengan hal substansial. Karena itu, program sertifikasi bisa dikatakan tidak melahirkan hal positif selain kesejahteraan pendidik yang makin membaik. Namun, secara bersamaan, hal itu juga menimbulkan efek-efek buruk pada kepribadian para pendidik sendiri yang sebagiannya kemudian cenderung materialistik. Saat ini, yang diperlukan adalah memproduksi tenaga-tenaga pendidik dengan kualitas nomor satu. Dan ini bisa terjadi apabila mereka yang memiliki kualitas terbaik di bidang akademik memiliki ketertarikan tinggi untuk menjadi pendidik. Sayangnya, saat ini masih sangat minim yang tertarik menjadi pendidik. Memang banyak faktor yang menyebabkan peran mulia ini menjadi tidak menarik. Salah satunya adalah orientasi material yang makin menguat, sementara secara umum sampai saat ini aktivitas mendidik tidak menjanjikan imbalan material yang signifikan. Selain itu juga kultur masyarakat yang semakin tidak memberikan penghormatan kepada pendidik, terutama di level dasar dan menengah. Dan sesungguhnya itu terjadi karena realitas kualitas pendidik di level tersebut yang memang tidak bisa menarik apresiasi. Karena itu, harus ada upaya perubahan kultural melalui pembangunan paradigma masyarakat, maupun struktural melalui pembuatan kebijakan politik, untuk membuat mereka yang memiliki kualitas terbaik mau mengabdikan diri sebagai pendidik. Dengan menyinergikan dua upaya itulah, maka upaya memperbaiki kualitas pendidikan akan bisa dilakukan secara lebih akseleratif. *Pengajar di Program Pascasarjana Ilmu Politik UI dan FISIP UMJ, Pengurus Dewan Pakar ICMI Pusat Sumber: Jurnas, 16 Maret 2013 http://www.jurnas.com/halaman/6/2013-03-16/236967
0 Comments
Leave a Reply. |
AuthorMokhamad Abdul Aziz Archives
December 2013
Categories |