Oleh: Mokhamad Abdul Aziz* Dalam pandangan umum, politik sering dimaknai sebagai perebutan kekuasaan. Maka tidak mengherankan, jika banyak orang berlomba-lomba masuk ke dalam dunia politik, untuk memperebutkan kekuasaan. Bahkan, sampai saat ini kebanyakan orang juga beranggapan bahwa politik itu kotor dan kejam. Anggapan ini didasari oleh kondisi perpolitikan Indonesia saat ini selalu menampakkan kekotoran dan kekejaman. Sebenarnya, apakah politik itu salah? Penyebab politik Indonesia amburadul seperti ini adalah tidak lain karena para pelaku politik, alias politisi. Mereka tidak menjalankan politik sebagaimana mestinya. Kebanyakan para politisi tidak paham betul makna politik ya
ng esensial. Kebanyakan beranggapan bahwa politik hanya dijadikan ajang untuk mencari kekuasaan, sehingga dengan kekuaasaan itu mereka akan kaya raya. Jika niat politisi sudah demikian, maka mereka tidak peduli lagi dengan cara apapun yang penting mereka bisa mendapatkan kekuasaan dan kekayaan tersebut. Akibatnya, politik tidak lagi berorientasi untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, tetapi hanya untuk mencapai kekayaan bagi pelakunya saja. Hal itu terjadi karena para politikus tidak memahami hakikat politik dengan baik dan benar. Padahal, jika dipahami lebih dalam, maka makna politik bukan hanya sekedar merebutkan kekuasaan saja. Namun, politik merupakan suatu kegiatan untuk mengatur atau mengurusi rakyat dalam suatu negara agar menjadi negara yang makmur, sentosa, dan lebih maju. Hakikat Politik Jika kita memahami asal kata politik, maka tidak mungkin seseorang akan bertindak seenaknya sendiri dalam berpolitik. Kata “politik” berasal dari bahasa Yunani polis yang artinya kota. Maksud kota di sini adalah sebuah negara. Kemudian dalam teori ilmu politik muncul istilah City-State (negara kota). Dari pengertian ini, esensi politik yaitu seni untuk mengatur dan menata kota untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan warga kota (negara). Kata “politik” juga bisa dihubungkan dengan bahasa Inggris polite yang artinya kesopanan. Jadi, seharusnya semua aktivitas politik harus berpegang teguh pada etika kesopanan. Jika aktivitas politik tidak didasarkan pada etika kesopanan, maka itu bukan merupakan politik. Dalam bahasa Arab, politik dikenal dengan nama siyasah yang berarti mengurusi atau melayani. Maksudanya, seorang yang sudah duduk di kursi pemerintahan harus siap melayani dan mengurusi rakyat, serta siap menderita demi kemakmuran rakyatnya. Dari ketiga pengertian itu, dapat disimpulkan bahwa politik mengharuskan orang untuk mengurusi, mengatur, dan memelihara suatu kota (negara) serta melayani rakyat dengan didasarkan pada etika kesopanan. Tujuannya, dengan berpolitik, manusia diharapkan bisa berkembang dan semakin maju dalam mewujudkan hak-hak dan melaksanakan tanggung jawab sebagai warga negara. Sehingga, politik akan membebaskan manusia dari segala bentuk penindasan, ketidakadilan, kebodohan, dan kemiskinan. Namun, sekarang ini para politisi dalam memaknai politik sudah mengalami pergeseran. Pada umumnya, politisi lebih memprioritaskan kepentingan pribadi dan partai politik saja, sehingga lupa pada rakyat yang sudah memilihnya. Dalam Political Among Nation, Hans J. Morgenthau mengatakan bahwa politik adalah perjuangan menuju kekuasaan. Bahkan, ada yang mengatakan politik merupakan seni untuk meraih kekuasaan. Pengertian yang seperti inilah yang kemudian menyesatkan para politisi. Sebab, segala sesuatu akan menjadi “halal” dilakukan untuk merebut, menggunakan dan mempertahankan kekuasaan itu. Hal inilah yang membuat negara Indonesia terus-terusan terpuruk. Jika ini tidak segera diluruskan, maka mimpi untuk menjadi bangsa yang besar dan mempunyai peradaban baik hanya akan menjadi impian belaka. Harus Diluruskan Untuk menyelamatkan bangsa ini dari ancaman politisi yang tak punya niat baik, maka perlu adanya revolusi pelurusan. Pertama, harus segera dilakukan penyadaran terhadap para politisi yang sudah terlajur terjun dalam politik. Dalam hal ini, partai politik berkewajiban memberikan penyuluhan terhadap kader-kadernya agar tidak salah mengartikan politik. Jika kader-kader partai sudah memahami hakikat politik dengan baik, maka niat yang baik pun akan muncul. Setelah niat mereka sudah benar, maka dalam dirinya akan tertancap rasa tanggung jawab yang tinggi dan ingat akan tugas mereka, yaitu untuk kemaslahatan umat. Kedua, partai poltik harus melakukan sistem regenerasi perkaderan yang matang, agar politisi yang tua nanti bisa langsung diganti dengan dengan politisi muda yang tidak kalah kualitasnya. Sebab, selama ini politisi muda lebih banyak tak berdaya dalam mnghadapi permasalahan-permasalahan bangsa. Padahal, seharusnya mereka bisa menghasilkan kebijakan-kebijakan yang progresif, sehingga bangsa ini mempunyai terobosan-terobosan dalam menyelesaikan masalah. Karakter politisi muda ini harus segera dikuatkan, agar politik Indonesia bangkit. Ketiga, pendidikan politik harus didapatkan oleh seseorang yang ingin masuk dunia politik (calon pemerintah). Sebab, jika tidak mendapatkan pendidikan tersebut, maka sesorang tidak akan mampu memahami hakikat politik yang sesungguhnya. Dan dengan begitu, diharapkan akan muncul politisi-politisi yang handal dan benar. Selain itu, dengan pendidikan juga, akan mekahirkan politisi yang cerdas, baik, berbudi luhur, dan progresif serta mempunyai keberanian yang tinggi untuk memperjuangkan rakyat, sehingga impian terciptanya msyarakat adil dan makmur akan terwujud. Keempat, dibutuhkan orang-orang baik untuk terjun ke dalam dunia politik. Tujuannya adalah agar mereka bisa mengimbangi bahkan mngalahkan kekuatan orang-orang jahat yang selama ini menguasai negeri ini. Apabila hal ini tidak dilakukan, maka orang-orang jahat akan semakin memperpanjang nafasnya dalam menguasai negara ini, bahkan dengan sangat leluasa tanpa ada gangguan. Namun, jika ini dilakukan, maka akan meminimalisir kekotoran dalam berpolitik, karena mereka akan menjadi competitor bagi politisi-politisi jahat. Oleh sebab semua itulah, saat ini Indonesia sangat membutuhkan politisi yang memiliki niat baik, berakhlak mulia, dan berpendidikan. Sebab, baik tidaknya politik tergantung orang yang berkecimpung di dalamnya. Apabila politisi itu baik, maka akan melahirkan politik yang baik pula, begitu juga sebaliknya. Semoga para politisi cepat sadar dan mau menjalankan politik dengan baik sebagaimana masyarakat menaruh harapan kepadanya. Wallahu a’lam bi al-shawab. (***) *) Peserta Didik Program Pendidikan Politik Kebangsaan di Monash Institute, Aktivis HMI IAIN Walisongo Semarang Dimuat di Kendari Pos, Saturday, 04 May 2013 Read More: http://www.kendarinews.com/2013/index.php?option=com_content&task=view&id=73&Itemid=55
0 Comments
Leave a Reply. |
AuthorMokhamad Abdul Aziz Archives
October 2013
Categories |