__"Banyak hal yang tidak diurus negara, karena dibiarkan diselesaikan sendiri oleh mekanisme pasar. Namun, negara liberal masih memiliki peran dalam menjaga kompetisi berjalan fair, tanpa pelanggaran. Negara tetap memiliki otoritas dan mampu menjalakan tindakan hukuman atas mereka yang melakukan pelanggaran terhadap aturan yang telah ditetapkan". Oleh: Mohammad Nasih* Tarikan uang recehan kepada pengendara mobil yang belok atau balik arah adalah pandangan biasa yang terjadi di banyak ruas jalan kota-kota besar,terutama di ibu kota negara, Jakarta. _Oleh: Mohammad Nasih*
Tarikan uang recehan kepada pengendara mobil yang belok atau balik arah adalah pandangan biasa yang terjadi di banyak ruas jalan kota-kota besar,terutama di ibu kota negara, Jakarta. Orang yang menarik uang recehan itu bahkan telah diberi sebutan yang sangat terkenal, “Pak Ogah”. Istilah “Pak Ogah” merujuk pada tokoh berkepala gundul yang karena malas bekerja dia lalu mengandalkan aksi meminta-minta uang “cepek” atau seratus rupiah dalam film anak-anak era delapan puluhan,Si Unyil. Padahal para pemilik kendaraan bermotor telah membayar pajak setiap tahun.Biaya itulah yang seharusnya membebaskan mereka dari berbagai pungutan ketika mendapatkan pelayanan di jalanan. Tak jarang pula ada orangorang yang menjadi petugas parkir menarik uang parkir di pinggir-pinggir jalan tanpa karcis. Padahal uang parkir adalah salah satu bentuk dana retribusi untuk pemerintah daerah yang bisa digunakan untuk membantu penyelenggaraan pemerintahan. Dalam bidang transportasi publik,petugas loket kereta api mengatakan bahwa tiket telah habis terjual bisa dijumpai di stasiun-stasiun yang ada, terutama menjelang akhir pekan, apalagi dalam masa-masa liburan. Padahal, di sekeliling loket yang penjaganya mengatakan tiket telah tak bersisa itu banyak calo menawarkan tiket dengan harga yang jauh lebih tinggi.Tak jarang pula penumpang angkutan jasa bus yang hendak menuju kota tertentu mendapatkan tiket yang tidak sesuai dan dimasukkan secara paksa ke dalam bus yang trayeknya justru menuju arah yang berkebalikan dengan kota yang dimaksudkan. Itu sering terjadi, terutama pada hari-hari besar atau hari-hari libur dalam jejalan para calon penumpang di terminal-terminal besar. Celah dari Kegagalan Empat contoh yang juga pernah penulis alami itu sesungguhnya hanyalah sebagian kecil saja dari deretan contoh kegagalan negara dalam memberikan pelayanan kepada rakyat. Kegagalan negara itu kemudian dimanfaatkan dengan sangat baik oleh para preman yang melihat celah untuk mengambil keuntungan dengan cara-cara mereka sendiri. Dan lebih naif lagi, sudah menjadi rahasia umum bahwa sebagian preman itu telah berkongkalikong dengan oknum-oknum aparat untuk bagi-bagi rezeki. Sebagian penghasilan yang dikumpulkan oleh para preman itu kemudian disetor kepada oknum-oknum aparat, bukan masuk ke kas negara yang bisa digunakan untuk mengupayakan perbaikan pelayanan kepada rakyat. Apakah hal-hal di atas bisa disebut sebagai ciri-ciri sebuah negara liberal? Tentu saja sangat berbeda antara negara dengan paradigma liberal dalam politik dengan negara gagal. Dalam perspektif liberal, terdapat prinsip pengelolaan negara bahwa “pemerintahan yang terbaik adalah pemerintahan yang paling sedikit memerintah”. Artinya, banyak hal yang tidak diurus negara, karena dibiarkan diselesaikan sendiri oleh mekanisme pasar. Namun, negara liberal masih memiliki peran dalam menjaga kompetisi berjalan fair, tanpa pelanggaran. Negara tetap memiliki otoritas dan mampu menjalakan tindakan hukuman atas mereka yang melakukan pelanggaran terhadap aturan yang telah ditetapkan. Sebaliknya, di dalam negara gagal struktur-struktur negara mengalami disfungsi, tidak mampu memberikan pelayanan, dan hukum tidak bisa ditegakkan karena telah menjadi mandul. Untuk menciptakan perbaikan negara dan membebaskan rakyat dari isapan para preman, sesungguhnya tidak terlalu sulit. Terutama dalam masyarakat yang oleh Mochtar Lubis, disebut berbudaya feodal. Dalam budaya feodal, instruksi pemimpin akan dapat berjalan secara efektif.Karena itu, sesungguhnya hanya diperlukan iktikad baik para penguasa yang telah mendapatkan mandat besar dari rakyat melalui pemilu,terutama yang menempati posisi puncak di eksekutif. Mereka bisa membuat kebijakan- kebijakan politik yang mengatur berbagai macam hal yang dapat mencegah para preman beraksi di segala lini. Dalam hal transportasi kereta api, misalnya, hal konkret yang bisa dilakukan adalah menciptakan sistem pertiketan yang bebas calo. Dan itu bisa dilakukan dengan menciptakan sistem pertiketan yang menutup kemungkinan terjadinya kongkalikong antara pihak penjual tiket dan pihak luar yang berperan sebagai calo. Contoh paling baik dan terdekat dengan Indonesia adalah Singapura. Dengan menggunakan kartu atau karcis yang langsung bisa didapatkan oleh para calon pengguna jasa angkutan massal dari mesin semacam ATM,para calo tak lagi memiliki celah sama sekali. Dengan sistem ini pula dapat dikalkulasi dengan pasti berapa sesungguhnya pengguna jasa angkutan massal,sehingga pemerintah bisa meng-up date data tentang kebutuhan masyarakat yang harus disediakan. Sistem ini dapat menghindarkan manipulasi data. Biasanya,mereka yang tidak memiliki iktikad baik untuk menciptakan perbaikan mengatakan bahwa hanya masyarakat yang melek teknologi yang bisa melakukan sistem yang terbilang canggih itu. Dengan kata lain, mereka menyatakan bahwa sistem seperti itu tidak cocok dengan masyarakat Indonesia karena masyarakat di sini dianggap tidak melek teknologi. Atau untuk membuat sistem semacam itu perlu biaya yang mahal. Pernyataan itu jelas-jelas adalah pernyataan yang mengada- ada.Sistem itu sama sekali tidaklah menyulitkan. Justru mekanisme yang sekarang ada sering membuat masyarakat pengguna jasa angkutan massal kebingungan dan dipermainkan oleh para preman yang menjadi calo. Dengan sistem yang ada sekarang ini pun biaya yang dikeluarkan oleh masyarakat menjadi semakin mahal. Dan biaya lebih yang dikeluarkan itu tidak masuk ke kas negara, melainkan hanya menjadi keuntungan pribadi-pribadi tertentu yang tak bertanggung jawab dan ingin mendapatkan kelimpahan di atas penderitaan orang lain. Wallahu a’lam bishshawab. *Dosen Program Pascasarjana Ilmu Politik UI; Direktur Laboratorium Politik FISIP UMJ Jakarta (Dimuat di Seputar Indonesia, 15 Juli 2011)
0 Comments
Leave a Reply. |
AuthorMokhamad Abdul Aziz Archives
October 2013
Categories |