Rimanews, 15 Agustus 2012 Oleh: Mokhamad Abdul Aziz* Agustus merupakan bulan bersejarah bagi bangsa Indonesia. Tepatnya pada 17 Agustus 1945 lah, Bapak Proklamator kemerdekaan NRI, Soekarno-Hatta berhasil memproklamasikan kemerdekaan republik Indonesia. Setiap datang bulan bersejarah ini, pasti ada kegiatan khas yang dilakukan oleh rakyat Indonesia. Serangkaian perayaan dan upacara dalam rangka memperingati hari ulang tahun kelahiran negara Indonesia pun dilakukan di seluruh penjuru tanah air. Bahkan, sebelum masuk bulan Agustus, banyak masyarakat yang telah memeriahkan HUT itu dengan mengadakan perlombaan-perlombaan. Ya, ketika bulan Agustus datang, masyarakat Indonesia selalu “dibuat” sibuk, dengan perayaan-perayaan khas kemerdekaan. Sebut saja, lomba panjat pinang yang selalu menjadi agenda tahunan di daerah-daerah di Indonesia. Selain itu, banyak perlombaan-perlombaan khas kemerdekaan lainnya. Antara lain, lomba makan krupuk, lomba memasukkan belut ke dalam wadah, dan lomba-lomba lainnya yang sifatnya menghibur. Yang paling menonjol dalam peringatan 17 Agustus adalah kemeriahan dan kegembiraan. Mereka bersorak sorai melepas kepenatan dan beban hidup yang selama ini dirasakannya. Namun, kemerdekaan sepertinya hanya bisa dirasakan pada bulan Agustus saja. Pasalnya, rakyat Indonesia masih merasakan beban hidup yang berat dan tekanan dari “penjajah-penjajah” semu. Mengingat Sejarah Tercapainya kemerdekaan bangsa Indonesia tidak terlepas dari perjuangan dan pengorbanan para pendahulu bangsa. Mereka mengorbankan harta, pikiran, tenaga, bahkan nyawa. Sebab, mereka harus melepaskan diri dari cengkeraman penjajah, seperti Inggris, Portugis, Belanda, dan Jepang. Namun, itu tidak menjadi alasan untuk kemudian menyerah dan merelakan bangsa ini “dimakan” oleh para penjajah itu. Pengorbanan yang dilakukan oleh para pahlawan terdahulu bertujuan agar Indonesia bersih dari intervensi pihak lain, sehingga bebas mengatur negaranya sendiri sesuai dengan yang diinginkan. Mereka merasakan ketidaknyamanan dikendalikan oleh para penjajah. Dengan alasan itu, mencapai kemerdekaan adalah harga mati. Meskipun bisa dikatakan tidak mempunyai kekuatan yang cukup (secara peralatan perang, jika disbanding dengan penjajah) untuk melawan penjajah, tapi kekuatan tekad dan niat para pahlawan bisa mengalahkan kekurangan itu. Seperti kata pepatah, “semut kalau diinjak mati saja, berusaha melawan, apalagi manusia?”. Semua rekam jejak para pejuang-pejuang kemerdekaan itu tertulis dalam buku-buku, meskipun banyak yang tidak sesuai dengan kenyataan pada masa itu. Di antara para pejuang itu adalah tokoh-tokoh Islam pada masa lalu. Mereka berperang dengan niat berjihad di jalan Allah. Sebab, salah satu tujuan penjajah adalah untuk menyebarkan agama mereka. Seperti yang telah dikaji di ilmu-ilmu sosiologi, Barat melakukan penjajahan di negara-negara di dunia mempunyai tiga tujuan, atau yang sering dikenal dengan sebuatan 3G. 3G merupakan singkatan dari gold (kekayaan), glory (kemenangan atau kejayaan), dan gospel (menyebarkan agama). Dengan dasar itu, orang-orang Islam yang merupakan mayoritas penduduk Indonesia berjuang dengan tanpa takut mati, karena mereka mempercayai jika mati di medan perang maka akan masuk surga tanpa hisab. Keberhasilan merebut kemerdekaan memang tidak lepas dari tekad kuat para pejuang. Mereka berpikir bahwa perang untuk mati, bukan untuk hidup. Dengan mati, mereka akan masuk surga, sehingga dalam medan perang mereka bisa total berjuang tanpa harus takut mati. Karena itulah, kemenangan didapatkan. Namun, semua itu jarang dipahami oleh masyarakat Indonesia saat ini. Rakyat Indonesia kebanyakan berpikir bahwa mereka rela berjuang karena menginginkan kehidupan yang bebas dan lebih baik. Alasan itu memang benar adanya. Namun, alasan yang pertama lah yang menjadikan spirit para pejuang tumbuh, hingga akhirnya tercapailah kemerdekaan. Masih Terjajah Secara legal-formal negara ini memang telah diakui PBB sebagai negara “merdeka”. Namun, subtansi dari kemerdekaan itu sendiri sampai sat ini belum bisa dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia. Kemerdekaan hanya dinikmati oleh sekelompok orang tertentu. Padahal, mereka yang belum merasakan kemerdekaan sangat berharap kepada pemerintah saat ini agar mengupayakan segala usaha, sehingga semuanya bisa merasakan merdeka yang sesungguhnya. Merdeka adalah terbebasnya seseorang atau negara untuk berbuat, tanpa harus mendapat gangguan dari pihak lain. Dalam konteks ini, bangsa Indonesia merdeka karena telah terbebas dari penjajahan bangsa lain. Sampai saat ini usia kemerdekaan Indonesia telah berumur 67 tahun. Sepanjang sejarah kemerdekaan Indonesia sampai saat ini, banyak hal yang bisa diperoleh dari berbagai masalah yang mewarnai bangsa ini. Namun, semua itu bisa dikatakan “sia-sia”, ketika sampai usia yang ke 67, rakyat masih ada yang belum merasakan merdeka. Banyak dari rakyat yang belum bisa mendapatkan pendidikan, karena alasan biaya atau wilayah yang terpencil. Masih banyak rakyat yang takut menjalankan ritual keagamaan, karena takut ancaman dari pihak lain. Ada daerah yang mempunyai SDA yang melimpah, tetapi justru kehidupannya memprihatinkan. Negara merdeka adalah negara yang mandiri. Sampai saat ini, Indonesia masih tergantung dengan negara lain; Amerika Serikat. Memang secara fisik tidak ada tentara mereka yang berkeliaran di Indonesia. Namun, secara politik, social, hukum, atau ekonomi telah dikuasai dan disetir oleh mereka. Masalah yang paling berat adalah rakyat Indonesia maupun pemerintah masih dijajah oleh mental budak. Bagaimana tidak, Indonesia yang sebenarnya mempunyai kekayaan alam yang luar biasa melimpah, justru tidak bisa membuat rakyatnya kaya. Itu artinya rakyat Indonesia masih diperbudak oleh bangsa lain yang memanfaatkan segala yang ada di Indonesia di sisi manapun. Oleh sebab itu, perlu penyadaran kepada seluruh rakyat Indonesia, terutama sekali pemerintah, agar mempunyai perspektif yang optimistis akan kekayaan dan kemampuan bangsa ini. Dengan begitu, kekayaan alam bisa dimanfaatkan dengan baik, sehingga seluruh masyarakat Indonesia akan tercukupi kebutuhannya. Kemerdekaan yang masih utopis ini, seharusnya menjadi bahan introspeksi bagi rakyat Indonesia, terutama pemerintah. Sebab, pemerintah lah yang mengatur segala regulasi yang ada di negara ini, sehingga mampu membuat Indonesia benar-benar merdeka; merdeka yang sesungguhnya. Wallahu a’lam bi al-shawab. *Penerima Beasiswa Unggulan di Monash Institute untuk IAIN Walisongo Semarang, Sekretaris of Center for Democracy and Religious Studies Semarang.
1 Comment
|
AuthorMokhamad Abdul Aziz Archives
October 2013
Categories |