Kendari Pos,10 November 2012 Oleh: Mokhamad Abdul Aziz* Baru saja, pemerintah kita menganugerahkan gelar pahlawan nasional untuk tokoh proklamator Soekarno-Hatta. Tentunya gelas pahlawan nasional ini tidak begitu saja disematkan, melainkan melalu proses verifikasi terlebih dahulu bagaimana kiprah seorang pahlawan itu sendiri sesuai dengan konteks zaman dan situasinya. Ya, di bulan November ini, ada agenda rutin yang mengingatkan kita pada peristiwa besar pada zaman dulu, yaitu melalui upacara bendera, tepatnya pada 10 November. Di setiap penjuru Indonesia, pemerintah dan masyarakat selalu menjadikan peringatan Hari Pahlawan sebagai pelecut semangat, yaitu dengan cara menyelenggarakan upacara dan mengheningkan cipta sejenak untuk mengenang jasa para pahlawan yang gugur dalam berperang melawan penjajah untuk merebut kemerdekaan Indonesia. Dalam konteks ini, semangat kebangsaan dan spirit kepahlawanan harus mulai tumbuh. Definisi Pahlawan Berbicara tentang pahlawan, banyak sekali defenisi untuk menggambarkan apa dan siapa sosok pahlawan itu sesungguhnya. Banyak orang mengatakan bahwasanya pahlawan adalah orang yang berjuang untuk kepentingan orang lain. "Pahlawan" adalah sebuah kata benda. Secara etimologi kata "pahlawan" berasal dari bahasa Sanskerta "pahala", yang bermakna hasil atau buah. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pahlawan berarti orang yang menonjol karena keberanian dan pengorbanannya dalam membela kebenaran; pejuang yang gagah berani. Tidak salah memang, namun sejatinya banyak hal lagi yang bisa kita lihat dari sosok seorang pahlawan. Pahlawan merupakan seseorang yang berpahala yang perbuatannya berhasil bagi kepentingan orang banyak. Perbuatannya memiliki pengaruh terhadap tingkah laku orang lain, karena dinilai mulia dan bermanfaat bagi kepentingan masyarakat bangsa atau umat manusia.Dalam bahasa Inggris pahlawan disebut "hero" yang diberi arti satu sosok legendaris dalam mitologi yang dikaruniai kekuatan yang luar biasa, keberanian dan kemampuan, serta diakui sebagai keturunan dewa. Pahlawan adalah sosok yang selalu membela kebenaran dan membela yang lemah. Ralph Waldo Emerson seorang guru besar dan pemimpin kelompok gagasan sastra dan filsafat, mengatakan bahwa: “A hero is no braver than an ordinary man. But he is braver five minute longer.” Bila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia maksudnya adalah seorang pahlawan tidak berbeda dengan orang biasa. Namun, yang membedakannya dengan orang biasa adalah terletak pada keberanian seoarang pahlawan yang lebih tinggi daripada orang lainnya. Lahir Sesuai Konteks Seperti yang telah disinggung di atas, pahlawan lahir dalam konteks zaman maupunh situasi yang menunjukkan peran bagaimana pahlawan itu. Sebut saja, misalnya ketika perang sebelum kemerdekaan, muncul beberapa sosok pemberani yang memimpin peperangan, seperti Jenderal Soedirman, Ahmad Yani, Bung Tomo, dan Marsekal Adisucipto, dan lainnya. Selanjutnya dalam konteks zaman yang hampir sama, tetapi berbeda dalam konteks ruang, muncul sosok yang memperjuangkan kepentingan perempuan, bukan dengan berperang, yaitu Raden Adjeng Kartini. Yang kemudian dikenal sebagai pahlawan revolusi bagi kaum perempuan, karena memperjuangkan kesetaraan perempuan dengan laki-laki, dan lebih dikenal sebagai pejuang emansipasi. Setelah itu, ada lagi yang berbeda cara bagaiamana disematkan gelar pahlawan. Misalnya, W.R. Soepratman mendapat gelar pahlawan nasional karena lagu yang berjudul “Indonesia Raya” yang diperkenalkannya dalam Kongres Pemuda II tahun 1928 menjadi lagu kebangsaan. Dari dua sosok tersebut, kita melihat bahwa kepahlawanan tak harus harus ditunjukkan melalui pengorbanan darah dan nyawa. Kemunculan pahlawan bisa karena perjuangan melalu ide, gagasan, cipta, sikap, karya yang sangat besar, dan lain sebagainya. Dalam konteks perkembangan bangsa ini, tentu banyak sekali sejarah yang memperlihatkan bagaimana seorang berjuang demi kepentingan orang banyak. Terus bagaimana jika kita mengidentifikasi dan mencari sosok pahlawan yang relevan dengan konteks zaman dan dinamika bangsa pada era tahun 2000 an ini? Mungkin banyak sekali yang berharap akan lahirnya pahlawan-pahlawan baru mengingat masalah yang begitu kompleks pada negeri ini. Namun, yang ingin diusulkan penulis adalah bagaimana pahlawan yang berjuang di ranah intelektual-pluralis? Slogan negara ini Bhineka Tunggal Ika, yang artinya meski berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Mengapa sampai muncul slogan seperti itu? Kondisi penduduk Indonesia yang beragam, mulai dari ras, agama, suku, budaya, atau adat, dan lain sebagainya, menjadikan slogan itu menjadi sangat penting.Namun, apakah slogan di atas sudah tidak dipakai lagi, atau tidak adanya pemimpin yang mampu menyatukan rakyatnya? Bangsa Ramah Menjadi Marah Berbagai kasus kekerasan yang terjadi dewasa ini membuat kita miris. Mengapa bangsa yang dikenal ramah, rukun, dan bertoleransi tinggi bisa berubah menjadi bangsa yang mudah sekali marah? Apakah nilai-nilai yang telah ditanamkan oleh para pahlawan kita sudah mulai meluntur. Segunung pertanyaan muncul tiap kita menyaksikan kekerasan di negeri ini. Semua argumen di atas adalah bagaimana pentingnya kita memiliki sosok pahlawan pluralis. Dalam arti, sosok yang mampu mengayomi atau setidaknya membuat seluruh rakyat merasa menjadi satu ikatan. Dalam konteks bangsa yang rentan akan terjadinya tindak kekerasan, kita mengharapkan kehadiran sosok pahlawan yang mampu memperjuangkan nilai-nilai hidup bersama dalam keanekaragaman perbedaan. Salah satu yang menyebabkan terjadinya kekerasan demi kekerasan sesama rakyat Indonesia adalah banyaknya individu atau kelompok yang fanatik. Padahal, kebenaran hanya milik Tuhan yang maha Esa. Dan manusia hanya memiliki kebenaran yang relatif. Jikalau menyikapi keberagaman sebagai kelemahan, maka yang terjadi hanyalah masalah. Oleh karena itu, kita perlu berkontemplasi terlebih dahulu, baru bisa menyimpulkan bahwa keberagaman sesungguhnya adalah karunia sangat indah dari Tuhan. Pola pikir semacam ini bisa melihat perbedaan sebagai sebuah kekayaan. Indonesia adalah bangsa yang sangat kaya dalam berbagai keberagaman. Dalam konteks ini, Nabi Muhammad Saw. Pernah bersabda bahwa perbedaan pada umatku adalah rahmat. Jadi perbedaan sudah merupakan fitrah manusia sebagai mahkluk sosial. Namun, bepikir yang seperti itu tidak semua orang bisa memahaminya. Tentu butuh sosok yang kuat untuk membangun mind set bahwa keberagaman adalah rahmat dan membangun keyakinan bahwa keberagaman adalah kekayaan yang luar biasa. Untuk saat ini, rasanya sulit menemukan sosok itu. Masih ingatkah dengan sosok yang sangat elegan, Gus Dur (Abdurrahman Wahid) dan Cak Nur (Nurcholis Madjid). Hampir semua orang mengenal kedua sosok itu. Mereka berdualah yang dipandang mempunyai pribadi yang sangat pluralis, baik dalam berhubungan dengan agama, suku, maupun dengan siapapun. Lewat karya-karyanya, meraka berani memberikan pernyataan bahwa perbedaan adalah sesuatu yang indah. Dalam kontkes ini, harapan akan munculnya sosok yang intelektual-pluralis, yaitu sosok yang mempunyai wawasan dan pengetahuan yang luas yang mampu dan berani bahwa perbedaan adalah sesuatu yang indah. Tentu dalam hal ini, keberanian dan kesiapan akan munculnya kelompok yang menentangnya sangat diperlukan. Sebagaimana yang dilakukan oleh Gus Dur dan Cak Nur, ketika menyampaikan ideologi pluralisme dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, yang selalu mendapat tantangan dari orang-orang yang menganggap dirinya paling benar. Yang terpenting adalah tekad kuat dari seorang tokoh itu sendiri. Wallahu a’lam bi al-shawab. *Sekretaris of Center for Democracy and Religious Studies (CDRS) Semarang, Peraih Beasiswa Monash Institute untuk IAIN Walisongo Semarang
0 Comments
Leave a Reply. |
AuthorMokhamad Abdul Aziz Archives
October 2013
Categories |