Dimuat di Harian Pelita, 21 Mei 2012 Hiburan memang satu tawaran tepat untuk menanggapi kondisi yang ada saat ini. Keadaan yang semprawut, berbagai masalah yang tiada henti menimpa negeri ini memang perlu hiburan. Untuk melepas kepenatan, mengembalikan optimisme hidup di atas sebuah keputusasaan dan kehilangan rasa percaya pada tatanan pemerintahan. Namun, yang harus diperhatikan adalah apakah hiburan harus menyimpang dengan budaya Indonesia. Tentu tidak, jika itu tetap dilakukan, maka hal terburuk akan menambah kesemprawutan negeri ini. Oleh: Mokhamad Abdul Aziz*
Rencana datangnya artis ngetop dunia, Stefani Joanne Angelina Germanotta atau Lady Gaga ke Indonesia mendapat tolakan keras dari berbagai kalangan. Hal ini wajar saja, mengingat penampilan Ladi Gaga dalam video clip yang selalu menampilkan hal-hal yang bersifat porno dan bahkan terkesan aneh menurut pandangan adat ketimuran. Penolakan yang dilakukan oleh berbagai ormas, di antaranya FPI (Front Pembela Islam), MUI (Majelis Ulama Indonesia), FUI (Forum Umat Islam) dan pihak-pihak lain, memang sangat beralasan. Sebelumnya, Ketua Umum FPI, Habib Rizieq, mengancam akan membuat rusuh Jakarta, jika konser itu tetap akan digelar. Permintaan mereka ditanggapi secara bijak oleh Polda Metro Jaya dengan berbagai pertimbangan, sehingga konser Lady Gaga tidak mendapatkan izin. Alasannya sederhana, pertama Lady Gaga sering berpenampilan “porno” saat konser digelar. Di sisi lain, Indonesia mempunyai UU tentang pornografi dan pornoaksi. Tidak hanya itu, para ormas islam juga menentang keras penampilan Lady Gaga, karena sangat bertentangan dengan ajaran Islam. Memang patut dipertanyakan, sebenarnya apa manfaatnya jika konser itu digelar. Apakah mereka yang mendukung konser itu akan tetap bersuka ria, berhura-hura, sementara masih banyak rakyat Indonesia yang menderita, yang butuh kepedulian mereka. Inilah yang sebenarnya harus dipikirkan oleh seluruh warga negara. Kedua, Lady Gaga sering disebut-sebut sebagai pemuja setan, hal ini tampak pada simbol-simbol aneh yang digunakan dalam setiap penampilannya, baik dalam pentas maupun video clip. Bahkan, Lady gaga pernah diberitakan mandi darah sebelum tampil dalam konsernya. Dengan demikian, dikhawatirkan remaja Indonesia –mayoritas penggemar Lady Gaga- akan terpengaruh oleh penampilan artis Amerika itu. Ketiga, masuknya Lady Gaga ke Indonesia dikhawatirkan akan meracuni budaya Indonesia, khususnya Islam. Saat ini, banyak sekali generasi bangsa yang berperilaku jauh dari nilai-nilai agama. Banyak yang khawatir, jika Lady gaga jadi konser, maka tidak menutup kemungkinan perilaku amoral itu akan bertambah parah, mengingat track record penampilan sang artis. Intinya mereka khawatir dengan moral generasi muda, dan laknat dari Tuhan. Memang banyak juga yang mendukung konser Lady Gaga tetap dilaksankan pada 3 juni mendatang sesuai rencana. Sebab, mereka telah membeli tiket yang sudah dijual sejak jauh-jauh hari. Selain itu, mereka yang mendukung konser itu berpendapat bahwa tidak ada alasan sedikitpun untuk tidak memberikan izin manggung konser. Dengan dalih negara Indonesia adalah negara demokrasi dan membebaskan setiap orang untuk berekspresi. Demokrasi Pancasila Hiburan memang satu tawaran tepat untuk menanggapi kondisi yang ada saat ini. Keadaan yang semprawut, berbagai masalah yang tiada henti menimpa negeri ini memang perlu hiburan. Untuk melepas kepenatan, mengembalikan optimisme hidup di atas sebuah keputusasaan dan kehilangan rasa percaya pada tatanan pemerintahan. Namun, yang harus diperhatikan adalah apakah hiburan harus menyimpang dengan budaya Indonesia. Tentu tidak, jika itu tetap dilakukan, maka hal terburuk akan menambah kesemprawutan negeri ini. Harus diingat kembali bahwa negara Indonesia berprinsip erat dengan demokrasi pancasila. Memang saat ini, banyak yang salah kaprah memaknai demokrasi yang dijalankan di Indonesia. Tentu demokrasi Indonesia berbeda dengan demokrasi Amerika Serikat. Dalam konteks ini, demokrasi pancasila lebih mempunyai nilai-nilai luhur jika dibanding dengan demokrasi yang diterapkan di negara lain. Sampai saat ini, Pancasila masih diakui sebagai dasar negara oleh penyelenggara negara ini. Konsep yang sangat genius itu dirumuskan oleh founding fathers untuk kemudian menjadi cita-cita dan tujuan bangsa. Bahkan, menjadi jati diri bangsa Indonesia. Dalam Pancasila terdapat sila-sila yang saling erat berkaitan antara sila satu dengan lainnya. Mulai dari ketuhanan yang maha Esa, kemanusiaan, persatuan, sampai keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Itu artinya, semua tujuan hidup bangsa Indonesia kedepannya sudah tercakup dalam Pancasila. Inilah yang seharusnya dipegang teguh oleh seluruh warga negara, baik dari pemerintah maupun rakyatnya. Dengan memgang erat Pancasila, maka demokrasi tidak asal bebas, tetapi mempunyai nilai-nilai yang sejak dulu menjadi ciri khas negara ini. Oleh karena itu, sebagai bangsa yang mempunyai jati diri dan kredibilitas, maka sudah selayaknya untuk tidak begitu saja memerima kebudayaan luar, baik itu berupa hiburan maupun yang lainnya. Karena dengan begitu, Indonesia akan diakui di mata Intenasional sebagai negara yang berkarakter kuat. Tidak seperti saat-saat ini, yang selalu “mengiyakan” semua kebudayaan luar untuk masuk di Indonesia. Sebenarnya bangsa kita sudah terserang mental inlander, mental budak, mental inferior, atau apapun lah namanya. Yang pasti, sampai sekarang ini, masih banyak masyarakat yang wah apabila melihat “bule” datang, meski tidak mempunyai kemampuan sekalipun. Inilah yang sebenarnya membuat Indonesia menjadi bangsa yang “terbelakang”. Perlu dicatat, bahwa Indonesia mempunyai Pancasila yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai agama. Oleh sebab itu, sudah waktunya rakyat Indonesia lepas dari gumunan terhadap pihak luar. Mentalitas warga negara yang baik dan terutama pemimpinnya, Indonesia akan bisa menempatkan duduk sama pendek, berdiri sama tinggi dengan negara lain dalam pergaulan Internasional. Dalam konteks ini, Indonesia harus menyaring budaya yang masuk. Jangan sampai budaya luar meracuni jati diri bangsa Ini. Sudah cukup banyak budaya luar mempengaruhi kehidupan bangsa kita. Maka dari pada itu, katakan “STOP” untuk budaya yag tidak sesuai dengan Identitas negara ini. Dengan demikian, dalam konteks Lady Gaga yang sudah jelas tidak sesuai dengan kultur budaya Indonesia. Maka sudah sepantasnya untuk mengatakan “Tidak, maaf kami tidak butuh hiburan yang bersebrangan dengan nilai-nilai yang sudah tertanam pada bangsa ini. Kami akan memberikan hiburan yang bisa membuat negara ini lebih bermoral di mata Internasional dan para pendiri bangsa kami sendiri”. Jadi keputusan tidak memberi izin konser Lady Gaga merupakan keputusan yang sudah sesuai dengan konstitusi negara ini. Wallahu a’lam bi al-shawab. Member of Center for Democracy and Religious Studies (CDRS) Semarang, Pegiat di SKM Amanat IAIN Walisongo Semarang.
0 Comments
Leave a Reply. |
AuthorMokhamad Abdul Aziz Archives
October 2013
Categories |