Oleh: Mokhamad Abdul Aziz* Menurut Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun 2011, Tentang Partai Politik, Partai Politik (Parpol) adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Fungsi sejati partai politik adalah sebagai penyalur aspirasi masyarakat, pemberi pencerdasan, serta pengontrol terhadap kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah. Sigmund Neumann, memberikan definisi yang berbeda, yaitu Partai Politik adalah organisasi dari aktivis-aktivis Politik yang berusaha untuk menguasai kekuasan pemerintah serta merebut dukungan rakyat atas dasar persaingan melawan golongan-golongan lain yang tidak sepaham. Dari pengertian yang semacam inilah yang mengakibatkan Parpol bergeser fungsi dan tugasnya. Akibatnya, Partai politik hanya berorientasi kepada kekuasaan dan kedudukan, serta cenderung melupakan kepentingan rakyat. Partai politik yang semula berorientasi untuk mengurusi kepentingan rakyat, kemudian berubah hanya mengurusi kepentingan partai dan para pemegangnya. Inilah realitas Parpol yang ada saat ini. Orientasi kepada kekuasaan itu yang selanjutnya mengakibatkan Parpol “menghalalkan” segala cara untuk merebut atau mempertahankan kekuasaan. Akibatnya, money politic menjadi cara yang paling ampuh untuk mempengaruhi masyarakat. Terlebih lagi, jika masyarakat itu adalah pemilih yang pragmatis, tentu kemungkinan berhasil dalam politik uang itu sangat besar. Beda lagi jika para pemilih itu mempunyai idealisme yang tinggi, tentunya mereka tidak akan pernah terpengaruh dengan politik uang. Sebagaimana yang ditulis Dr Mohammad Nasih (Seputar Indonesia, 20 April 2012), saat ini politik uang tidak hanya dilakukan secara sembunyi-sembunyi (“serangan fajar”), tetapi sudah dilakukan secara terang-terangan, Nasih menyebutnya “serangan dhuha”. Sebab, praktik itu dilakukan dalam waktu kira-kira antara pukul 07.00 sampai sebelum waktu salat zuhur yang merupakan waktu salat dhuha. Jika ini dibiarkan, maka kepentingan rakyat tidak lagi teradvokasi. Oleh karena itu, Partai politik seharusnya segera menyadari cara-cara itu sudah tidak relevan lagi dilakukan. Parpol harus benar-benar mengoptimalkan kembali fungsi dan peranannya sesuai dengan kepetingan rakyat dan Undang-undang yang berlaku. Sebab, jika cara-cara itu masih dilakukan, maka usaha untuk memperbaiki bangsa akan mustahil dilakukan. Selain itu, masyarakat sekarang ini sudah semakin cerdas, mereka bisa membedakan mana partai politik yang benar-benar membela kepentingan rakyat dan mana yang tidak. Jadi, Parpol harus mengembalikan fungsinya lagi. _______________________________________ *Mahasiswa KPI (Komunikasi dan Penyiaran Islam) IAIN Walisongo Semarang, Perdana Menteri Monash Institute 2012. (Dimuat di Koran Online RIMA NEWS, 08 September 2012)
0 Comments
Leave a Reply. |
AuthorMokhamad Abdul Aziz Archives
October 2013
Categories |